Makalah Corak Kehidupan Masyarakat Praaksara
Masa Praaksara ialah masa dimana manusia belum mengenal tulisan pada masa kini dan belum mengenal teknologi jama sekarang tetapi pada jaman praaksara memiliki kehidupan yang sangat menarik untuk dibahas,berikut saya bagikan makalah corak kehidupan masyarakat praaksara :
MAKALAH
CORAK
KEHIDUPAN MASYARAKAT PRAAKSARA
NAMA
KELOMPOK
1.
AWIS
FAEDARISTA ( 06 )
2.
INA
MAZIA (
12 )
3.
MUNIFATUL
ARDILA ( 18 )
4.
NUR
UMNATUL AMALIA ( 24 )
5.
SYAKIROTUNNISA
( 30 )
6.
ULI
NADIA SIADARI ( 36 )
KELAS
: X BDP 2
UPTD
SMK N 1 DUKUHTURI
Jalan
Karanganyar No 17 Kec Dukuhturi Kab Tegal
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan
penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penulis tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber.
Makalah
ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari
diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah
ini memuat tentang “Corak Kehidupan Masyarakat Masa Praaksara”, sengaja
dipilih untuk meningkatkan pengetahuan. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Guru pengajar yang telah banyak membantu penulis agar dapat
menyelesaikan makalah ini dengan arahannya.
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya. Terima kasih.
September 2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Corak
Kehidupan Manusia Di Masa Praaksara
1. Berburu
dan Mengumpulkan Makanan
2. Bercocok
Tanam
3. Perundagian
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada jaman masa
prasejarah atau praaksara merupakan masa kehidupan manusia sebelum mengenal
tulisan. Pada masa ini, kehidupan manusia masih sangat primitif. Namun, manusia
pada masa ini tetaplah makhluk hidup. Mereka hidup, bergerak, dinamis,
berpikir, bahkan memiliki berbagai kebutuhan seperti halnya kita. Perbedaannya,
mereka masih sangat primitif sehingga dengan segala keterbatasannya mereka
melakukan segala aktivitas dengan sangat sederhana.
Zaman
praaksara sering juga disebut sebagai zaman prasejarah atau zaman nirleka. Nir
artinya tidak dan leka artinya tulisan. Jadi kesimpulannya, pada zaman ini
manusia masih belum mengenal tulisan. Batas antara zaman prasejarah dan zaman
sejarah adalah dengan ditemukannya tulisan dalam kebudayaan manusia.
Dimulainya
zaman sejarah pada setiap bangsa itu berbeda-beda, hal itu tergantung dari
tingkat peradaban masing-masing bangsa. Bangsa yang pertama kali menggunakan
tulisan dalam kebudayaan mereka adalah bangsa sumeria. Sekitar 3000 tahun
sebelum masehi, mereka terbukti telah membuat ukiran diatas tanah liat, yang
dipercaya berisikan simbol-simbol yang merepresentasikan angka-angka.
Berdasarkan
penemuan-penemuan hasil kebudayaannya yang memiliki karakteristik yang berbeda
antara satu masa dengan yang lainnya, maka corak kehidupan masyarakat praaksara
(prasejarah) menurut para ahli sejarah dapat dibagi menjadi tiga masa, yaitu :
a. Masa
berburu dan mengumpulkan makanan, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan
yang berhubungan dengan kegiatan berburu dan terbuat dari batu.
b. Masa
bercocok tanam, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang digunakan
sebagai alat bercocok tanam (pertanian) yang sederhana (masih terbuat dari
batu).
c. Masa
perundagian, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang telah menggunakan
bahan dasar logam.
B. Rumusan
Masalah
· Bagaimana
corak kehidupan masyarakat pada masa praaksara ?
C. Tujuan
Penulisan
· Untuk
mengetahui kehidupan masyarakat pada masa praaksara
·
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Corak
Kehidupan Pada Masa Praaksara
1. Berburu dan
Mengumpulkan Makanan
Pada
masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat awal, manusia Indonesia saat itu
hidup sangat sulit karena keadaan alam masih belum stabil. Letusan gunung
berapi masih sering terjadi, aliran sungai kadang-kadang berpindah sejalan
dengan perubahan bentuk bumi. Karena sulitnya untuk mencari makanan,
pertumbuhan populasi Manusia Indonesia sangat sedikit dan banyak yang meninggal
dan akhirnya punah.
Manusia
Indonesia pada zaman berburu dan mengumpulkan makanan selalu berpindah-pindah
mencari daerah baru yang dapat memberikan makanan yang cukup. Pada umumnya
mereka bergerak tidak terlalu jauh dari sungai- sungai, danau atau
sumber-sumber air yang lain, karena binatang buruan selalu berkumpul di dekat
sumber air. Di tempat-tempat yang demikian itu kelompok manusia praaksara
menantikan binatang buruan mereka. Selain itu, sungai dan danau juga merupakan
sumber makanan, karena terdapat banyak ikan di dalamnya. Lagi pula di sekitar
sungai biasanya tanahnya subur dan ditumbuhi tanaman yang buahnya atau umbinya
dapat dimakan. Di danau mencari ikan dan kerang, ada pula yang memilih daerah
pedalaman. Tumpukan bekas makanan berupa kulit kerang banyak ditemukan di
pantai atau di tepi sungai. Selain di sumber-sumber air, ada juga yang memilih
gua-gua sebagai tempat sementara berdasarkan penemuan kerangka manusia yang
dikuburkan, rupanya mereka sudah mengenal semacam sistem kepercayaan. Lama
kelamaan kelompok manusia berburu dan mengumpulkan makanan menunjukkan tanda
hidup menetap, suatu perkembangan ke arah masa bercocok tanam.
Pada
masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjutan, mereka telah mulai
lebih lama tinggal di suatu tempat. Ada kelompok-kelompok yang bertempat
tinggal di daerah pantai, ada pula yang memilih tempat tinggal di daerah
pedalaman. Mereka yang tinggal di daerah pantai makanan utamanya berupa kerang
dan ikan laut. Bekas tempat tinggal mereka dapat ditemukan kembali, karena
dijumpai sejumlah besar kulit-kulit kerang yang menyerupai bukit kulit kerang
serta alat-alat yang mereka gunakan. Sisa-sisa makanan yang berupa timbunan
atau gugusan kulit kerang itu, yang artinya sampah dapur. Ada pun sisa
alat-alat yang ditemukan dalam gugusan kulit kerang antara lain berupa anak
panah atau mata tombak yang berbentuk khusus untuk menangkap ikan.
Kelompok
yang memilih bertempat tinggal di daerah pedalaman pada umumnya memilih tempat
tinggal di tepian sungai-sungai. Selain dari binatang buruan, mereka juga hidup
dari ikan di sungai. Kelompok yang bergerak lebih ke pedalaman lagi, sisa-sisa
budayanya sering ditemukan di dalam gua-gua yag mereka singgahi dan untuk
tempat tinggal sementara dalam pengembaraan mereka. Gua-gua ini letaknya pada
lereng-lereng bukit yang cukup tinggi, sehingga untuk memasuki gua-gua itu
diperlukan tangga-tangga yang dapat ditarik ke dalam gua, jika ada bahaya yang
mengancam. Untuk menghadapi berbagai ancaman, manusia itu hidup berkelompok dan
jumlahnya tidak terlalu banyak. Biasanya mereka berada agak lama di daerah yang
mengandung cukup banyak bahan makanan, terutama umbi- umbian dan dedaunan,
dekat sumber air, serta dekat dengan tempat-tempat mangkal binatang buruan.
Mereka kemudian akan melakukan pengembaraan atau berpindah ke tempat lain. Di
tempat sementara ini, kelompok berburu biasanya tersusun dari keluarga kecil
dengan jumlah kurang lebih 20 sampai 50 orang. Tugas berburu binatang dilakukan
oleh orang laki-laki sedangkan orang perempuan bertugas mengumpulkan makanan,
mengurus anak, dan mengajari anaknya dalam meramu makanan. Ikatan kelompok pada
masa ini sangat penting untuk mendukung berlangsungnya kegiatan bersama.
2. Bercocok Tanam
Kelompok-kelompok
kecil pada masa bercocok tanam makin bertambah besar, karena masyarakat telah
mulai menetap dan hidup lebih teratur. Kelompok-kelompok perkampungan tumbuh
menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih besar misalnya klan, marga dan sebagainya
yang menjadi dasar masyarakat Indonesia sekarang. Kehidupan masyarakat menjadi
semakin kompleks setelah mereka tidak saja tinggal di goa-goa, tetapi juga
memanfaatkan lahan-lahan terbuka sebagai tempat tinggal.
Dengan
bertempat tinggal menetap mereka mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk
mengembangkan teknologi pembuatan alat dari batu. Perubahan cara hidup dari
mengembara ke menetap akhirnya berpengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan
lainnya. Cara hidup berburu dan meramu secara berangsur-angsur mulai
ditinggalkan. Mereka memasuki tahapan baru yaitu bercocok tanam ini merupakan
peristiwa penting dalam sejarah perkembangan dan peradaban manusia.
Dengan penemuan-penemuan baru, mereka dapat menguasai alam, terutama yang
berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup mereka. Beragam jenis
tumbuhan mulai dibudidayakan dan bermacam- macam binatang mulai
dijinakkan. Dengan perkembangannya cara bercocok tanam dan bertani, berarti
banyak hal yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut yang tidak
mungkin dapat dipenuhi sendiri. Kondisi inilah yang kemudian mendorong
munculnya kelompok-kelompok spesialis atau undagi, misalnya
kelompok ahli pembuatan rumah, pembuatan gerabah, dan pembuatan alat-alat
logam.
Pada
tahapan berikutnya, kegiatan pertanian membutuhkan satu organisasi yang lebih
luas yang berfungsi untuk mengelola dan mengatur kegiatan pertanian tersebut.
Dari organisasi itu kemudian menumbuhkan organisasi masyarakat yang
bersifat chiefdoms atau masyarakat yang sudah berkepemimpinan.
Dalam masyarakat yang demikian itu sudah dapat dibedakan antara pemimpin dan
yang dipimpin. Pengakuan terhadap pemimpin tidak sekadar karena faktor
keturunan, tetapi juga dianggap mempunyai kekuatan yang lebih dan berkedudukan
tinggi. Para pemimpin tersebut sesudah meninggal arwahnya tetap dihormati
karena kelebihan yang dimilikinya itu.
Untuk
menghormati sang arwah, dibangunlah tempat-tempat pemujaan seperti tampak pada
peninggalan-peninggalan punden berundak. Selain dapat
menunjukan tempat pemujaan arwah, keberadaan punden berundak juga
dapat menjadi bukti adanya masyarakat yang sudah berkepemimpinan. Punden berundak merupakan
bangunan tempat melakukan upacara bersama. Dalam melaksanakan upacara itu, juga
dipimpin oleh seorang pemimpin yang disegani oleh masyarakatnya.
Pada
masa itu ada kemungkinan sudah terbentuk desa-desa kecil. Pada mulanya hanya
bentuk rumah agak kecil dan berdenah melingkar dengan atap daun-daunan.
Kemudian rumah seperti itu berkembang dengan bentuk yang lebih besar yang
dibangun di atas tiang penyangga. Rumah besar ini bentuknya persegi panjang,
dihuni oleh beberapa keluarga inti. Di bawah tiang penyangga rumah digunakan
untuk memelihara ternak. Apabila musim panen tiba mereka berpindah sementara di
dekat ladang-ladang dengan membangun rumah atau gubuk- gubuk darurat.
Binatang-binatang piaraan mereka juga dibawa.
Tidak
menutup kemungkinan pada masa itu, mereka sudah menggunakan bahasa untuk
komunikasi. Para ahli menduga bahwa pada masa bercocok tanam menetap ini,
mereka sudah menggunakan bahasa Melayu-Polenesia atau
rumpun bahasa Austronesia. Pada masa bercocok tanam mulai
muncul kelompok-kelompok profesi, hubungan perdagangan, dan adanya
kontak-kontak budaya yang menyebabkan kegiatan masyarakat semakin kompleks.
Situasi semacam itu tidak saja telah menunjukkan adanya pelapisan masyarakat
menurut kehlian dan pekerjaannya, tapi juga mendorong perkembangan teknologi
yang mereka kuasai.
3. Masa
Perundagian
Pada
masa perundagian, masyarakat telah hidup di desa-desa di daerah pegunungan,
dataran rendah dan tepi pantai. Susunan masyarakatnya makin teratur dan
terpimpin. Masyarakat dipimpin oleh ketua adat yang merangkap sebagai kapala
daerah. Ketua adat dipilih oleh masyarakat, yaitu orang tua yang banyak pengetahuan
dan pengalamannya mengenai adat dan berwibawa terhadap masyarakat. Kepala
daerah yang besar wibawanya kemudian membawahi kepala-kepala daerah lainnya dan
makin besar kekuasaannya. Ia bertindak seperti seorang raja dan itulah
permulaan timbulnya raja-raja di Indonesia.
Untuk
menaikkan derajat dalam masyarakat, orang berusaha membuat jasa
sebanyak-banyaknya, biasanya dengan melakukan hal-hal atau perbuatan-perbuatan
luar biasa dan memperlihatkan keberaniannya sehingga mendapatkan kepercayaan
untuk memperoleh kedudukan sebagai pemimpin. Misalkan dalam perburuan binatang
buas sepert harimau. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kebiasaan masyarakat
pada masa perundagian yang sering melakukan upacara khusus dalam acara
penguburan mayat para pemimpin mereka, menunjukan bahwa masyarakat pada waktu
itu telah memiliki norma-norma dalam kehidupan, terutama sikap menghargai
kepemimpinan seseorang. Walau dapat kita dipastikan bahwa masyarakat pada masa
itu didasarkan atas gotong royong, namun telah berkembang norma-norma yang
mengatur hubungan antara lain yang dipimpin dan yang memimpin.
Adanya
norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat pada masa perundagian
menunjukan bahwa pada masa ini terdapat hasil-hasil kebudayaan berupa
norma-norma. Bila dilihat dari hasil kebudayaan yang berwujud peraturan. Pada
masa perundagian masyarakat telah mengenal suatu peraturan yang harus ditaati
oleh semuanya. Salah satunya adalah peraturan dalam penguburan mayat di tempayan.
Penguburan dalam tempayan ini hanya dilakukan terhadap
orang-orang yang berkedudukan penting dalam masyarakat. Selain itu, terdapat
juga aturan dalam penggunaan harta kekayaan. Penguasaan dan pengambilan sumber
penghidupan diatur menurut tata tertib dan kebiasaan masyarakat. Pemakaian
barang-barang dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari didasarkan atas sifat
magis dari barang-barang tersebut.
Pada
masa perundagian, manusia purba sangat taat kepada adat diantaranya adat
gotong-royong, tolong menolong, sambat-sinambat. Kebiasaan
hidup berkelompok berkembang menjadi lebih luas dalam kehidupan masyarakat desa
secara bergotong royong. Gotong royong merupakan kewajiban bagi setiap anggota
masyarakat. Hal ini dapat di lihat dalam pembuatan alat-alat, dimana semuanya
dilakukan secara bergotong royong.
Baca Juga : Makalah Sejarah Mataram Kuno
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa
prasejarah atau praaksara merupakan masa kehidupan manusia sebelum mengenal
tulisan. Pada masa ini, kehidupan manusia masih sangat primitif. Namun, manusia
pada masa ini tetaplah makhluk hidup. Mereka hidup, bergerak, dinamis,
berpikir, bahkan memiliki berbagai kebutuhan seperti halnya kita. Perbedaannya,
mereka masih sangat primitif sehingga dengan segala keterbatasannya mereka
melakukan segala aktivitas dengan sangat sederhana.
Zaman
praaksara sering juga disebut sebagai zaman prasejarah atau zaman nirleka. Nir
artinya tidak dan leka artinya tulisan. Jadi kesimpulannya, pada zaman ini
manusia masih belum mengenal tulisan. Batas antara zaman prasejarah dan zaman
sejarah adalah dengan ditemukannya tulisan dalam kebudayaan manusia.
Perkembangan
corak kehidupan dan peralatan yang digunakan manusia purba dibagi menjadi 3
tahap :
1. Masa
Berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjutan
Corak kehidupan :
· Bertempat
tinggal di gua – gua ( setengah menetap )
· Sudah
mengenal api
· Sudah
mengenal bertanam sederhana
Peralataan
yang digunakan :
· Kapak
berimbas
· Kapak
penetak
· Kapak
genggam
· Peralatan
serpih
· Peralatan
dari tulang
2. Masa
bercocok tanam
· Sudah mampu mengatur
dan memanfaatkan sumber daya alam
· Sudah mampu
menghasilkan makanan sendiri
· Sudah mulai hidup
menetapSudah mengenal sistem gotong royong
Peralatan yang digunakan :
· Beliung : Kapak
batu, mata anak panah, mata tombak, gerabah
· Beliung persegi
> batu yang sudah dihaluskan pada sisi – sisinya
3. Masa
Perundagian
Corak kehidupan pada masa
perundagian
· Manusia
terbagi dalam kelompok – kelompok yang memiliki ketrampilan
· Manusia
membangun tempat pemujaan dari batu – batu besar.
· Peralatan
yang digunakan :
· Kapak
perunggu ( kapak corong, kapak sepatu ), nekara, moko, peralatan upacara manik
– manik dll.
B. Saran
Kita Harus Bersyukur Karena kita tidak perlu
bersusah keras lagi untuk mencari makanan kini kita tinggal membeli apa yang
kita inginkan .
DAFTAR
PUSTAKA
http://sejarahkelasx.blogspot.com/2014/06/indonesia-zaman-praaksara-awal.html